Saturday 19 November 2016

SANTA MECHTILDIS

Matilda von Hackeborn-Wippra adalah salah satu puteri dari keluarga bangsawan Thuringian yang sangat berkuasa. Ia lahir pada tahun 1241 dengan kondisi yang begitu rapuh, sehingga orang tuanya khawatir kalau-kalau ia mati tanpa menerima pembaptisan, maka orang tuanya segera mambawa Matilda kepada Seorang Imam yang terkenal saleh dimana saat itu sedang mempersiapkan diri untuk mempersembahkan Misa. Setelah membaptis si bayi, ia menyampaikan sebuah nubuat, "Apakah yang kalian takutkan? Anak ini sudah pasti tidak akan mati, tetapi akan menjadi seorang biarawati Kudus. Melaluinya Allah akan mengadakan banyak perbuatan ajaib, dan ia akan mengakhiri hari-harinya dalam usia lanjut."

Ketika berusia tujuh tahun Matilda mengikuti Ibunya  mengunjungi kakak perempuannya, yang adalah seorang biarawati di Biara Cistercian di Rodersdorf. Saat itulah Mechtildis terpikat oleh kehidupan biara dan tidak mau pulang, sehingga dengan berat hati orang tuanya terpaksa mengijinkannya tinggal di biara. Dalam waktu singkat Mechtildis maju pesat dalam devosi dan kasih akan Allah.

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1258, Mechtildis mengikuti saudarinya, yang sekarang menjadi abbas, memindahkan biara ke wilayah Helfta yang disumbangkan oleh saudara laki-laki mereka, Louis and Albert. Pada tahun 1261, seorang anak kecil berusia lima tahun, Gertrude, dipercayakan dalam bimbingan Mechtildis. Anak ini adalah Gertrude yang di kemudian hari dikenal sebagai St Gertrude Agung.

Mechtildis menonjol dalam kerendahan hati, semangat dan keramah-tamahan yang telah menjadi ciri khasnya semenjak kanak-kanak dan yang, seperti juga kesalehan, tampaknya menjadi ciri keluarganya. Ia sangat mencintai kemiskinan dan melewatkan hari-hari hidupnya dalam matiraga yang berat, dan melakukan silih bagi dosa-dosa sesama. Mechtildis senantiasa menanggung sakit fisik sepanjang hidupnya; terus-menerus ia menderita karena sakit kepala atau sakit-sakit lainnya. Namun demkian, ia menanggung sakitnya dengan begitu sabar hingga ia selalu tampak ceria sementara menderita. Meski dirinya sendiri sakit, ia biasa menghibur dan melayani mereka yang sakit, bahkan meski terkadang ia sendiri harus diusung untuk mengunjungi mereka. Ia menunjukkan kasih sayang dan simpati begitu rupa kepada mereka yang sakit hingga orang yang melihatnya mencucurkan airmata. 

Para biarawati yang lain biasa ada di sekelilingnya seperti mengelilingi seorang pengklhotbah, untuk mendengarkan sabda Allah dari mulutnya. Mechtildis adalah pengungsian dan penghibur mereka. Tak pernah seorang pun yang menyampaikan penderitaannya, dibiarkan pergi tanpa menerima penghiburan dan nasehat yang menenangkan. Di samping suara merdu, Mechtildis juga dianugerahi bakat musik yang luar biasa; ia adalah pemimpin paduan suara para biarawati sepanjang hidupnya. Karena alasan ini dalam wahu-wahyu-Nya Kristus biasa menyebutnya "burung bulbul-Nya".

Kristus, Mempelai-nya terkasih, yang mempertunangkannya dengan DiriNya dengan sebuah cincin, kerap menampakkan diri dan berbicara kepadanya, juga Santa Perawan dan banyak para kudus biasa berbincang dengannya. Pada suatu hari Rabu dalam Masa Paskah, ayat dalam bacaan Misa adalah, "Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku…." Mechtildis bertanya kepada Mempelai-nya: "Adakah aku termasuk dalam bilangan yang diberkati untuk mendengar suara-Nya?" Kristus menjawab, "Ya, engkau akan tahu pasti bahwa engkau termasuk dalam bilangan ini," dan Ia memberikan Hati-Nya kepada Mechtildis sebagai tanda janji, yang lalu disembunyikan Mechtildis dalam dirinya hingga akhir hayat. Ia terdengar biasa mengatakan, "Jika segala yang dianugerahkan Hati Yesus atasku dijabarkan, maka tak ada buku Misa yang akan cukup untuk memuatnya." 

Baru di usianya yang kelimapuluh tahun Mechtildis mengetahui bahwa dua orang biarawati kepada siapa ia secara istimewa mempercayakan kekayaan rohaninya, telah mencatat semua karunia dan pengalaman rohani yang dianugerahkan Allah kepadanya, dan buku itu telah hampir selesai ditulis. Sebagian orang berpendapat bahwa salah seorang dari kedua biarawati itu adalah St Gertrude Agung. Mechtildis menjadi galau hatinya karena tulisan itu; jadi, seperti biasa, pertama-tama ia berlutut dalam doa. Kristus menampakkan diri dengan buku wahyu di tangan-Nya dan mengatakan, "Semua ini telah dituliskan karena kehendak dan inspirasi dari-Ku, dan sebab itu engkau tak memiliki alasan untuk khawatir mengenainya." Yesus mengatakan juga bahwa sebagaimana Ia telah begitu bermurah hati kepadanya, ia pun harus melakukan yang sama, dan bahwa penyebarluasan wahyu ini akan membuat banyak orang semakin bertumbuh dalam kasih-Nya; lagipula, Ia menghendaki buku ini disebut "Buku Rahmat Istimewa" sebab akan mendatangkan rahmat bagi banyak orang. Ketika Mechtildis mengerti bahwa buku ini ditujukan demi kemuliaan Allah, ia berhenti khawatir, dan bahkan ia sendiri mengoreksi naskah aslinya.

Setelah tinggal selama limapuluh tahun dalam biara, dan usianya telah limapuluh tujuh tahun, maka akhir hidupnya sudah dekat. Tiga tahun lamanya ia menderita penyakit payah, dan sementara ia menerima Sakramen Terakhir, St Gertude saudarinya melihat Kristus Sendiri datang mengurapinya dalam suatu cara rohani. Pada hari terakhir hidupnya, ia menderita sakit yang sangat dahsyat dan tak dapat mengatakan apa-apa selain, "Ya Yesus yang paling baikhati, Yesus yang paling baikhati!" Akhirnya, pada saat Kemuliaan dimadahkan dalam Misa Kudus, Kristus menampakkan diri kepada Mechtildis dan berkata, "Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku…." dan mengingatkannya akan janji bertahun-tahun yang silam di mana Ia telah memberikan Hati-Nya sebagai tanda janji. Sementara Mechtildis mengembalikan Hati-Nya, Ia menerima kembali seraya membawa serta Mechtildis, dan ia pun menyerahkan nyawanya. St Mechtildis wafat pada tanggal 19 November 1298 di Biara Helfta.

Segera sesudah wafat suster Benediktin ini, "Buku Rahmat Istimewa" dipublikasikan dan mendapat sambutan luar biasa hingga begitu cepat mengalami cetak ulang. Pesta St Mechtildis dirayakan pada tanggal 19 November.

No comments:

Post a Comment